Kata ‘Anjay‘ ramai diperbincangkan dimedia sosial setelah seorang youtuber bernama Lutfi Agizal melaporkannya ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Lutfi melaporkan kata Anjay, pada Jumat, (29/08). Tidak hanya itu, Lutfi juga mengadukan anak yang memakai kata Anjay ke KPAI.
Menanggapi laporan tersebut, KPAI mengeluarkan surat edaran yang mengimbau untuk tidak lagi menggunakan kata tersebut. KPAI menganggap kata tersebut mengandung unsur perundungan (Bullying) yang dapat membuat siapa pun yang mengucapkannya berurusan dengan pihak berwajib.
Masa iya semua masalah harus berakhir pidana, tidak bisa dengan duduk bareng, bicara sambil ngopi, Pak?
Dari kasus ini, tidak sedikit warganet yang kontra dan menganganggap tindakan ini aneh dan lebay, karena masih banyak kata yang lebih kasar dan menyakiti hati yang mendorong unsur perundungan (Bullying), seperti Bego, Tolot langsung ke depan orangnya.
Eittt! Betewe, terlepas dari kegiatan Mas Lutfi melaporkan kata “Anjay“, ada yang lebih berbahaya dari kata Anjay lho. Berdasarkan liputan selama saya dewasa, mengarungi banyak pergaulan, berikut daftar kalimat yang mestinya diperhatikan Mas Lutfi dan KPAI.
1. Kapan Nikah?
Disadari atau tidak di balik pertanyaan “Kapan nikah” ada sebentuk kesombongan. Karena pertanyaan tersebut biasanya diucapkan oleh seseorang yang sudah atau akan menikah.
Pertanyaan inipun mengarah kepada kalimat bullying ketika sipenanya mengatakannya sambil tertawa mengejek.
2. Udah Isi (Punya Anak) belum?
Terlihat basa basi, pernyataan “kapan punya anak” ini seolah Jadi bahan bullying untuk orang yang ditanya. Bagaimana tidak, pertanyaan ini membuat insecur, yang ditanya tidak melakukan usaha secara maksimal, meskipun hasilnya memang ada di tangan Tuhan.
Bertanya “kapan punya anak” juga menghantam perasaan seseorang. Seolah meragukan kesuburan. Meski barangkali pertanyaan tersebut tidak mengarah sampai sedetail itu, namun bagi pihak yang ditanya, akan bermunculan kebimbangan soal bagaimana mewarisi kehidupan yaitu melahirkan seorang anak.
3. Udah Wisuda?
Untuk pertanyaan yang satu ini, bagi yang ditanya memang cukup menjengkelkan. Pasalnya yang menentukan lancar tidaknya skripsi bukan semata-mata ditentukan oleh si mahasiswa tingkat akhirnya saja. Peran dosen pembimbing (dosbing) juga sangat berpengaruh.
Ada banyak mahasiswa tingkat akhir yang telat skripsinya bukan karena malas atau ogah-ogahan. Malah sebaliknya, semangatnya menggebu-gebu namun gara-gara dosbingnya yang super sibuk, sulit ditemui, suka coret-coret dsb, alhasil perkembangan skripsi mahasiswa tersebut jadi terhambat dan akhirnya tertundalah wisuda.
4. Gaji Kamu Berapa?
Pertanyaan ini, selain sensitif juga menimbulkan kecemburuan. Bagaimana kalau yang ditanya ternyata gajinya lebih besar dari si penanya. Sedangkan tentang kinerja keduanya merasa lebih baik.
Komentar