KOMEN – Mudik yang dikenal secara umum sebagai momentum untuk kembali pulang ke daerah asal setelah lama tinggal di perantauan. Momentum ini sudah menjadi tradisi, terutama pada masa bulan Ramadhan hingga menjelang Hari Raya Idul Fitri. Namun, mudik sekarang tidak hanya silaturahim dan membawa hasil “tambang” di tanah perantauan, melainkan kembali untuk mendapat keamanan dan “perlindungan”.
Pergerakan arus mudik tidak dipungkiri sedari dulu berpengaruh pada pendapatan ekonomi di daerah. Selain karena masyarakat yang membawa hasil dari tanah rantaunya. Arus mudik ini juga menghadirkan para pelaku ekonomi yang berdagang di sepanjang arus mudik.
Bukan tidak mungkin, jika mudik tertahan kali ini bahkan ada isu dilarang mudik serta denda sanksinya, maka ini akan mempengaruhi ekonomi secara signifikan.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan kebijakan larangan mudik itu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Apalagi bagi mereka yang mudik melalui jalur darat, sangat bisa mendorong perekonomian daerah. Disampaikan dari halaman detik finance, Enny mengatakan, “Mudik ini biasanya jadi amunisi dari pertumbuhan ekonomi. Perpindahan mobilitas orang ini akan diikuti oleh pengeluaran atau peningkatan dari konsumsi rumah tangga,” kata melalui telekonferensi, Rabu (22/4/2020).
Mau Mudik Kantong Kosong
Kita sadari betul bahwa arus mudik semua berasal dari kota-kota besar, tak hanya di DKI Jakarta tentunya. Berbagai lintas provinsi nyatanya juga banyak di singgahi oleh para perantau, lain lagi yang sedang berkelana di luar negeri. Mereka semua juga tentu sama-sama sedang berjuang dalam kondisi saat ini, baik memperhatikan kesehatan juga tentu masalah ekonomi.
Jika seorang perantau merasa kekurangan di perantauannya, tak menutup kemungkinan lebih dominan dan merasa perlu untuk pulang saja ke daerah asal.
Dalam hal ini, rasanya gairah dan tujuan kembali ke kampung halaman bukan hanya untuk silaturahim. Melainkan mencari keamanan dan kepastian dari hiruk pikuk masa pandemi di tanah perantauan.
Semua kalangan masyarakat tentu menyadari betul berbagai dampak yang akan terjadi ini, bahkan sebenarnya sudah terjadi dan sulit ditangani !? Fokusnya pada aspek keamanan, kesehatan dan ekonomi.
Semua media pemberitaan berfokus pada pergerakan pandemi ini, adapun yang menyuarakan kondisi masyarakat terdampak, luput dari informasi yang bersifat formal. Seperti misalnya menjawab beberapa pertanyaan seperti berikut.
Langkah apa yang memberikan solusi bagi para perantau di kota-kota besar? tidak hanya mereka yang berdagang tapi juga para pelajar yang mungkin bekalnya sudah habis tak karuan. Berapa presentase gerakan pemberian bantuan yang sudah dilakukan kepada masyarakat yang terdampak?
Berikan Kepercayaan, Kami Pun Tenang
Walaupun istilah mudik dan pulang kampung sedang menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Karena ternyata pernyataan itu muncul langsung dari hasil wawancara salah satu media ternama dengan tokoh yang menjadi salah satu sorotan di masa pandemi ini.
Rasanya esensi daripada larangan mudik itu sejatinya dihadirkan untuk mencegah penyebaran biang kerok pandemi ini. Nyatanya tercatat sudah banyak masyarakat yang hilir mudik sebelum masuk masa bulan ramadhan ini. Walaupun mungkin itu bukanlah mudik namanya, melainkan pulang . Tapi ya tetap sama saja ada potensi membawa sebaran wabah pandemi ini ke berbagai daerah.kampung
Namun, siapa yang bisa merasa aman jika di daerah merasa terancam, diperantauan juga mengkhawatirkan. Rasanya kepercayaan antar lapisan bangsa ini perlu dipertanyakan, siapa yang seharusnya merepresentasikan rasa aman pun menimbulkan kepercayaan masing-masing untuk tetap beranjak ke dalam kondisi normal.
“You gak boleh mudik, dan you harus percaya bahwa di perantauan you juga akan aman-aman saja”, begitu mungkin pernyataan yang rasanya akan memberi ketenangan. Pernyataan ini tentunya harus tergambarkan sebagai wujud nyata pergerakan untuk satu sama lain. Dalam bekerjasama melawan dan menghadapi pandemi ini, juga memberi solusi akan aspek-aspek kehidupan yang terpengaruh.
Karena rasanya, momentum sekarang ini, menuju kampung halaman bukan saja karena alasan silaturahim. Melainkan mencari rasa aman akan “perlindungan” setelah di perantauan merasa khawatir dan juga barangkali mulai kelaparan.
Komentar